musik gratis

gratis music di http://www.yesnowave.com

Surabaya Underground Festival

Panzerfaust Division Proudly Present

Panzerfaust Division Proudly Present

 
TRENDY BANGSAT #13

 

Surabaya Underground Festival, July 5th, 2009 live in THR Surabaya. 
Starts on 09.00Am-09.00pm.
Ticket Rp. 10,000.00.T-shirt Rp, 40,000.00.

Presents:
  • LASTHOPE
  • BRUTALIZER
  • MARGORE
  • UNDER MY THROAT
  • NEVER DYING MY ANGEL
  • ADDICT BASTARD
  • BLACK CROW
  • TOTAL REBEL
    AND ANYMORE….

     

     

    More info: www.friendster.com/trendybangsat
                           www.myspace.com/trendybangsat

       

     















punk adalah ancaman

punk adalah ancaman bagi kapitalis  ataukah yang terancam oleh kapitalis?

Siapakah Pilihan anda?

Siapakah yang anda pilih untuk menjadi Presiden Republik Indonesia?

Come visit my store on CafePress!

HOMICIDE – “Tha Nekrophone Dayz : Remnants and Traces from the Years Worth Living” – SUBCIETY RECORDS

11:19:09 pm, Categories: Band|Album|Demo Review,
HOMICIDE – “Tha Nekrophone Dayz : Remnants and Traces from the Years Worth Living” – SUBCIETY RECORDS
Review By Badam
e mail : badamcollar@yahoo.com

Seperti yang banyak diakui orang, Homicide adalah sebuah anomali. Mereka adalah band hiphop yang lebih dikenal di scene hardcore/punk dibanding popularitas mereka di scene hiphop. Meski beberapa pelaku di scene hiphop indonesia mengakui bahwa Homicide adalah salah satu pioneer di tanah air, mereka tak cukup dikenal terutama oleh para anak-anak hiphop kemaren sore. Ini dikarenakan oleh Homicide sendiri yang sangat tidak peduli pada produktivitas materi. Untuk seukuran band seperti mereka yang sudah berumur hampir 10 tahunan, mereka terhitung sebagai band yang sangat pelit dalam menghasilkan materi. Lagu-lagu mereka hanya beredar dikalangan tertentu dan sangat sulit didapat, hanya ada di beberapa kompilasi dan demo yang sangat sukar ditemukan di ‘pasar’. Tapi mereka terkenal karena hebatnya materi-materi itu sendiri. Legends live because they are that great. Meskipun sedikit tapi cukup membelalakkan mata orang, tak hanya penggemar hiphop tapi juga para penggemar genre lain, terlebih di scene punk/hardcore dimana mereka sering memberi cameo (featuring) di beberapa band underground Bandung dari Undercontrol hingga Balcony hingga Puppen. Tak boleh dilupakan pula, keterlibatan mereka di aktivisme, konsistensi mereka thd etos D.I.Y dan integritas mereka sebagai MC yang tak kenal kompromi dalam hal estetika hiphop, melahirkan anekdot lucu bahwa Homicide adalah band hiphop yang lebih ‘punk’ dari band punk di Indonesia, sekaligus sebuah band punk yang lebih ‘hiphop’ dari grup-grup hiphop di tanah air. Tak heran jika banyak orang yang menanti terlalu lama untuk album ini dan untungnya penantian itu berakhir memuaskan.

Oke… langsung ke album. “Album ini bukan album artian sesungguhnya” begitu tulis Morgue Vanguard dalam liner notes pengantar CD ini. Dan memang demikian adanya. Album ini lebih merupakan dokumentasi karya mereka sejak formasi 3 MC & 1 DJ, hingga menyisakan Morgue Vanguard seorang (atau sosok yang lebih kita kenal sebagai Ucok). Semuanya 18 lagu, setengah dari EP mereka “Prosa Tanpa Tuhan” yang dijadikan materi split dengan Balcony, setengahnya lagi dari EP “Barisan Nisan” yang dibuat setelah Aszi (Sarkasz) meninggalkan Homicide, namun tidak jadi dirilis Ucok entah alasan kenapa, (kemungkinan besar masalah finansial). Sisanya single-single dari kompilasi dan satu demo mereka yang menggebrak di bawah tanah jaman Suharto dulu, “State of Hate” yang pernah masuk di album kompilasi band-band Bandung, “Brain Beverages”. Singkatnya album ini adalah “koleksi ’sonic works’ mereka selama 11 tahun eksistensi Homicide”, begitu penjelasan press release dari Subciety Records yang merilis album ini.

Dokumentasi ini cukup memperlihatkan kita rangkaian evolusi musik mereka dan sekaligus menunjukkan integritas mereka sebagai MC dengan menembus batas-batas penulisan lirik hiphop dalam bahasa indonesia yang selama ini ada. Tak hanya layak diapresiasi sebagai ‘album hiphop’ tetapi, dalam segi bentuk lirikal-nya sendiri, syair yang mereka buat adalah sebuah bentuk baru yang bisa diapresiasi sebagai ‘karya sastra’ kalau kita berbicara pada wilayah pantun dan puisi.

Kecepatan flow mereka, delivery yang acak, kosakata yang bejibun dan cerdas, dan metafor yang tak lazim dan jelimet. Semuanya memang membuat materi mereka agak sulit dicerna awam dengan sekali mendengar. Majas pengandaian (metafor) yang dalam hiphop sering dipakai, oleh mereka tak dibiarkan tergeletak sebagai kepingan tunggal. Metafor itu tak hanya berbentuk ‘kata’ namun dalam wujud bangunan kalimat solid yang sambung-menyambung tak bisa dipisahkan begitu saja sehingga tak bisa diartikan dalam satu penggalan dan saya jamin, akan menghasilkan orang-orang yang membenci mereka lebih benci lagi dengan mengutipnya setengah-setengah. Dari track satu ke lainnya, Homicide tak pernah kehilangan sentuhan yang membuat mereka terkenal: mengawinkan bahasa intelektual dengan bahasa terminal, plus balutan kosakata battle yang menghasilkan lirik-lirik mutan yang sulit dicari padanannya di khasanah hiphop dalam negeri. Pada lyric sheet mereka (yang super panjang) kalian akan menemukan kata ‘inkuisisi’ dan ‘kontol’ sekaligus dalam satu kalimat, atau mungkin ‘mediasi’ dan ‘bondon’ dalam satu verse.

Saya ingin sekali memuat kutipan lirik mereka disini. Namun sialnya, hampir semua lirik mereka layak kutip. Jadi daripada tidak adil, saya sarankan lebih baik kalian buktikan saja sendiri dengan mendengarkannya. Dari materi awal mereka ketika Lephe masih bergabung, “Post Mortem Hiphop”, lagu manifesto mereka “Boombox Monger”, track kontroversial “Puritan”, hingga brengseknya “Semiotika Rajatega”, adalah bukti dari formasi duet MC paling maut di tanah Jawa; Ucok dan Aszi plus Iwan sebagai DJ mereka.

Sedangkan 7 track terakhir membuktikan mengapa Ucok layak disebut frontman dan garda depan Homicide. Selain reputasi dirinya secara personal sebagai seorang individu kharismatik dan influential dengan segala aktivitasnya diluar Homicide yang sama ikonik-nya, ia membuktikan bahwa meskipun sendirian (dalam hal menulis lirik dan musik) ia tetap dapat menjaga Homicide tak kehilangan taringnya. Meski sudah beranak dua, Ucok tak kehilangan sedikit apapun. Buktikan saja dengan menyetel keras-keras track spoken words “Barisan Nisan” yang menggetarkan dan “Senjakala Berhala” yang menegakkan bulu kuduk jika di setel tengah malam hingga “Belati Kalam Profan” yang buas dan “Nekropolis”, track gila yang berisiknya minta ampun, menghadirkan guest vocal Addy Gembel, vokalis band death metal ternama, Forgotten, dari Bandung (ya betul, saya bilang death metal!!). Dengarkan juga lagu ‘perpisahan’ ucok dengan Sarkasz yang meninggalkan Homicide berjudul ‘Membaca Gejala dari Jelaga”, sangat-sangat emosional, politis namun sangat personal. Juga cek lagu tribut Ucok bagi Widji Thukul, sang penyair favoritnya yang dihilangkan pemerintah di era Suharto. Pada “Sajak Suara” Ucok membaca puisi Thukul, berjudul sama, dengan sangat brutal. Tapi yang paling mengejutkan adalah lagu ber-titel “Rima Ababil” yang radio-friendly namun tak sedikitpun mengurangi bobot isinya. Ucok nge-rap dengan flow yang tak biasa dia pakai sebelumnya. Namun dengan sample suara Munir almarhum (menyebut militer sebagai orang-orang pengecut) yang dipakai sebagai intro, lagu ini tak dijamin juga bisa diputar di radio-radio.

Bisa saya bilang, semua materi tadi memiliki kekuatan magis yang membuat orang-orang yang tak suka musik hiphop atau tak suka politik harus terpaksa menaruh perhatian pada mereka. Namun karena begitu kuatnya lirik mereka, ada satu hal yang banyak luput dari perhatikan orang, bahwa musik Homicide adalah sebuah kekuatan tersendiri. Kalian dapat mendengarkan musik mereka tanpa harus terganggu dengan apa yang mereka bicarakan, menganggukkan kepala pada beat-beat mereka tanpa harus khawatir bosan dengan kalimat-kalimat mereka. Secara keseluruhan album ini pun membuktikan bahwa Homicide tidak peduli dengan trend beat yang menyapu dunia. Mereka konsisten dengan gaya hiphop awal 90-an mereka. Raungan sirine, noise, beat James Brown, dan loop hook yang dibiarkan kotor, mengingatkan kita pada kejayaan hiphop di era RUN DMC, Public Enemy, Gang Starr, atau EPMD dan Soul Assasins di akhir 80-an hingga pertengahan 90-an. Tak hanya berhenti disitu, mereka juga berhasil meminang sound dan sample dari musik-musik avantgardis seperti This Heat dan Godflesh, juga drones melodis menyayat ala Godspeed You! Black Emperor. Meski memberi album ini 4 bintang alias keren, Rolling Stone sama sekali salah jika mengatakan bahwa apa yang mereka lakukan secara musikal bukanlah sesuatu yang baru! Peran Iwan sebagai DJ di hampir setiap track pun luar biasa. Meski Ucok yang menulis semua musik, kontribusi Iwan dalam membuat musik Homicide secara artistik menakjubkan tak bisa dilihat sebelah mata. Silahkan dengar “Belati Kalam Profan” dan versi remix dari “Boombox Monger” jika tak percaya.

Pada kesimpulan akhir, “The Nekrophone Dayz” ini adalah kesempatan baik bagi mereka yang tak pernah mengenal Homicide untuk mendengarkan sendiri apa yang membuat mereka hebat dan se-legendaris yang dibicarakan orang. Dan bagi yang pernah dan tahu sosok mereka, ini dapat membuat kita cukup menempatkan mereka pada posisi yang seharusnya; sebagai salah satu grup musik terpenting yang pernah lahir di Indonesia.

History

Early punk had an abundance of antecedents and influences, and Jon Savage has described the subculture as a "bricolage" of almost every previous youth culture that existed in the West since the Second World War "stuck together with safety pins".[7] Various philosophical, political, and artistic movements influenced the subculture. In particular, punk drew inspiration from several strains of modern art. Various writers, books, and literary movements were important to the formation of the punk aesthetic. Punk rock has a variety of musical origins both within the rock and roll genre and beyond.

The earliest form of punk rock, named protopunk in retrospect, started as a garage rock revival in the northeastern United States in the late 1960s.[8] The first ongoing music scene that was assigned the punk label appeared in New York City between 1974 and 1976.[9] At about the same time or shortly afterward, a punk scene developed in London.[10] Soon after, Los Angeles became home to the third major punk scene.[11] These three cities formed the backbone of the burgeoning movement, but there were also other scenes in a number of cities such as Brisbane and Boston.

Around 1977, the subculture began to diversify with the proliferation of factions such as 2 Tone, Oi!, pop punk, New Wave, and No Wave. In the United States during the early 1980s, punk underwent a renaissance in the form of hardcore punk, which sought to do away with the frivolities introduced in the later years of the original movement, while at the same time Britain saw a parallel movement called streetpunk.[12] Hardcore and streetpunk then spread to other regions just as the original subculture had. In the mid-1980s to the early 1990s in America, various underground scenes either directly evolved from punk or at least applied its attitudes to new styles, in the process producing the alternative rock and indie music scenes.[13] A new movement in the United States became visible in the early and mid-1990s that sought to revive the punk movement, doing away with some of the trappings of hardcore.

Punk & Oi In the UK was set up way back in June 1998. At the time UK websites were very thin on the ground, and it was very difficult to find out about anything other than US punk on the internet.

With the attitude of 'if you can't find what you want, get off your arse and do something about it', plus a very little web design knowledge and creating a site around the type of information I wanted to know, Punk & Oi In The UK was born. Little was I to know the monster we had spawn - the site now gets over quarter of a million views a month (a little more than the 30 a month first expected).

Punk & Oi In the UK is an apolitical site. That does not mean we do not have opinions, but what it does mean is that we credit you with the ability to make up your own mind in the political arena. Basically music, not politics is the mantra for the site.

In 2003 Punk & Oi became a Limited company. The reason behind this move was to protect what we have grown to know and love. Punk & Oi In The UK (who had never made a penny at this stage) was offered a substantial amount of cash by an established, respected business so they could own half of the name and everything else. After much thought and discussion I walked away, but thought it was best to register as a company to prevent anyone else doing so. Thus the DIY ethic was preserved.

2006 has seen the launch of PunkOiUK Shop. The shop offers high quality clothing including PunkOiUK Ware, plus Homeware, Music Releases, Books, Studs & Spikes, Hair Dye and much, much more. Why not check it out?

We have also started getting involved in offering support to different events - for further information please get in touch.

Punk & Oi In The UK is run by Rebecca Pollard.

I have been into both punk and oi! since 1990 after discovering many of the bands in an unorthodox way. I love both music genres, and particularly enjoy gigs. So if you see a tall bird first on the dance floor at a gig, it is probably me!

I would like this opportunity to personally say thank you to everyone who helps keep this site alive by submitting gig dates, news, stuff to review and other bits and bobs.

Ta very much, and cheers!

At the end of 2001 a more radical student activist named Eko Gadjah join the Vital PENTOLS fill the vocal, but in the end it should also work in the city of Jakarta, so it is difficult to gather back together. In 2004, in May signed with No Label Records and record 10 songs, including: 

The fucking

1.Smash the fucking Fascist Regime 

2.Bumi Milik Kita Bersama 

3.Save Our Planet 
4.Kaparadz 
5.Institusi Neraka
6.Muak 

7.Punk adalah ancaman

8.Dream

9.Demokrashit 

10.Better be a punk than fucking junkies

And still have 7-8 songs that are still not recorded due to financial problems that is classic.